#Lagerunal_Kamis Menulis_ Jawahir
Malam ini kakiku sakit sekali, sehingga hanya berbaring. Tidak banyak yang dapat dikerjakan membuatku teringat pada Ibu. Ibuku yang sekarang sudah renta. Barangkali sudah hampir 80 tahun umurnya. Ibuku tinggal bersama adik bungsu kami. Aku sendiri yang tinggal paling jauh darinya. Barangkali itulah sebabnya mengapa beliau sering menanyakanku. Jika lebih dari 2 minggu tidak berkunjung, beliau akan bertanya-tanya pada saudara yang lain mengapa aku tak datang menengok.
Lagu Bunda dari Melly Goeslaw yang disenandungkan putriku membuatku semakin teringat Ibu. Teringat dulu….., bagaimana perjuangannya membesarkan kami, keempat anaknya. Ibuku, yang berusaha memenuhi kebutuhan hidup kami dengan berjualan di “Pasar Subuh”. “Pasar Subuh” begitulah semua orang di kota kami memberi nama. Pasar yang dimulai setelah tengah malam dan berakhir kira-kira jam 08.00 pagi. Pasar itu tempat orang berjual beli jajan pasar. Macam-macam kue dijual orang di pasar itu. Kue Apem, Lemang, Untuk-untuk, Ketupat, Kue Lapis, dan segala macam jenis kue tradisional lainnya. Ada juga pecel sayuran yang diberi bumbu kacang tanah. Para pembeli akan berdatangan sejak subuh, mereka membeli bermacam kue untuk dijual kembali di warung di kampung mereka masing-masing. Ibuku salah satu dari pedagang di “Pasar Subuh”. Bertahun-tahun dilakoninya profesi ini. Hanya pekerjaan ini yang dapat membantu ekonomi keluarga kami. Pendidikannya hanya tamat Madrasah Ibtidaiyah.
Biasanya Ibu pergi pada jam 01.00 pagi dengan sepeda menuju “Pasar Subuh”. Membawa jualan berupa pecel (rebusan sayuran yang terdiri dari nangka muda, daun singkong, papaya muda, taoge) yang diberi bumbu kacang tanah. Uniknya pecel yang dijual dibungkus kecil-kecil . Biasanya harganya 800 rupiah/bungkus kecil. Dalam bungkusan sayuran rebus itu dimasukkan juga bumbu kacang yang masih dalam keadaan kering. Pembeli sebagian besar adalah orang-orang yang akan menjual kembali pecel itu seharga seribu rupiah. Seringkali aku ikut ke pasar, kadang membantu membuat bungkusan pecel-pecel itu. Bungkusan dari daun pisang yang ditusuk dengan lidi. Tetapi lebih sering aku ikut malahan untuk tidur lagi di samping tempat duduk ibu.
Kenangan ini seperti menari di ruang mata, membuat air mata mengalir tanpa terasa.
Tunggu Ibu
Aku akan pulang
ke rumah tua kita
Merajut kenangan cinta
………………………………
Klik link untuk mengingatkan pada jasa ibu kita https://www.youtube.com/watch?v=13gpnsem4VI
# Ibu
#Lagerunal_Kamis_ Menulis
Ibu selalu luar biasa pengorbanannya.
BalasHapusBenar sekali bu
HapusKita juga sekarang merasakan bagaimana pengorbanan seorang ibu
Sehat selalu Ibunya Nini!!
BalasHapusTerimakasih Bapak keren
Hapus