Kamis, 18 November 2021

SURAT CINTA UNTUK GURU

 

Salam Kamis Menulis Sobat Lage💞

Ikut Kamis Menulis tema GURU sebelum diputer, he...he...he...😃

Salam takzim, Ibu

Hari ini  hari yang bahagia. Hari menjelang Hari Guru.  Selamat hari Guru untuk  Ibu. Dariku, salah satu siswa Ibu, yang barangkali sudah berada diurutan terbawah memori ingatan Ibu, atau bahkan  sudah terhapus. Aku tidak bersedih akan hal ini. Malahan rasa cintaku akan kenangan kepada Ibu semakin dalam. Karena seperti diriku juga, seringkali memori kita tidak bisa menyimpan begitu banyak peristiwa bukan?.

Masih ingatkah Ibu pada siswa ibu ini. Salah satu siswa diantara ratusan bahkan mungkin ribuan siswa dan siswi ibu. Siswa yang tenggelam dalam keriuhan siswa-siswi lain. Tenggelam karena tubuhku yang kecil, tenggelam karena sifat pendiam dan ketidak percayaan diri. Siswa yang seharusnya belum boleh duduk di kelas satu sekolah dasar karena belum waktunya. Seharusnya aku  duduk di Taman Kanak-kanak. Tetapi, karena di Taman-Kanak-kanak sering dibully oleh siswa lelaki sampai menangis, aku tidak mau ke sekolah lagi.  Akhirnya ibuku yang setiap hari harus bekerja ke sawah tidak bisa menjaga dan mengawasi mengambil keputusan untuk meminta kakak yang sudah kelas lima SD untuk memasukkanku  ke Sekolah Dasar. Kuingat momen ketika Ibu Guru meminta untuk meraih telinga melalui atas kepala dengan tanganku. Aku berusaha menggapai telinga dengan ujung jari tangan kurus kecilku melalui atas kepala. Tentu saja aku tidak dapat menggapainya. Aku takut sekali, dan berusaha menggapai telingaku tetapi tetap tidak mampu.  Ibu Guru tersenyum. Tidak terlihat kecewa atau marah. Senyum yang memberi pengharapan. “Kamu boleh bersekolah. Sekolah Duduk”’ kata Ibu ketika itu.

“Sekolah Duduk” adalah istilah untuk siswa yang boleh sekolah tetapi belum diperhitungkan sebagai siswa resmi. Biasanya juga belum diberikan penilaian/raport pada setiap caturwulan. Usiaku belum enam tahun saat itu. Untung saja masa itu proses penerimaan siswa baru belum seperti sekarang. Belum ada persyaratan harus ada kartu keluarga, Akte Kelahiran, atau ijazah TK. Apalagi penerimaan siswa baru secara online, dimimpikanpun tidak. Orang tua/wali calon siswa baru cukup ditanya  berapa umur anaknya, namanya, nama orang tua, tanggal, bulan dan tahun lahir. Jika orang tua/wali lupa  tanggal, bulan dan tahun lahir anaknya,  malahan dibuatkan oleh sekolah. Calon siswa akan diminta menggapa telinganya melewati atas kepala dengan jari tangannya, jika sudah mampu siswa akan diterima.

 Kata “Sekolah Duduk” itu tidak kuingat lagi. Aku bersekolah setiap hari dibonceng sepeda oleh kakak perempuanku. Sekolah dan belajar dengan senang hati. Belajar membaca, menulis dan berhitung. Memang ada beberapa kesulitan awal belajar menulis. Ada beberapa huruf yang kurasa sangat susah membuatnya. Menurutku yang paling susah adalah membuat huruf “S”. Sepertinya aku phobia huruf “S”. Ketika dalam satu kata atau kalimat ada huruf “S”. aku akan stop menulis di situ. Rasa tidak percaya diri muncul begitu saja karena tidak mampu membuat huruf itu seperti punya orang lain.  Sering aku bersembunyi di bawah meja dan diam beberapa waktu di situ. Ibu Gurulah yang datang membujuk dan membantu menuliskannya. Dengan tuntunan dan dorongan semangat  dari Ibu Guru aku bisa membaca, menulis berhitung seperti teman lain di kelasku. Ketika sampai waktu pembagian rapor,  predikat siswa “Sekolah Duduk” tidak lagi melekat padaku. Aku sudah menjadi siswa resmi yang mendapatkan rapor. Begitupun tahun-tahun berikutnya prestasiku di Sekolah Dasar cukup memadai. Belum pernah keluar dari peringkat lima besar.

Kenangan akan sikap Ibu kepadaku seperti rasa cinta yang mendalam, tidak mudah terhapus. Bagaimana gaya Ibu mengajariku. Sabarnya Ibu dalam menghadapi siswa siswi Ibu. Sulit sekali aku mengingat apakah Ibu pernah memarahiku, bagaimana Ibu memarahiku, atau kapan Ibu memarahiku. Apakah ini tertutup oleh rasa cinta?. Karena rasa cinta sehingga semua kekurangan tidak terlihat dan tidak dirasa?. Rasa cinta itulah yang tanpa disadari memberi motivasi  padaku untuk menjadi guru. Sebelumnya aku tidak mengerti apa itu cita-cita. Ketika ditanyakan apa cita-citaku, tidak dapat kujawab. Ibu Gurulah yang memberi inspirasi mengapa aku memilih profesi ini. “Nanti kalau jadi guru aku akan begini-begini”, terpikir dalam benakku. Terbayang sosok Ibu sebagai guru Sekolah Dasarku. Bagiku Ibu adalah guru yang ideal. Guru yang mampu menyelami hati peserta didiknya,  guru yang menjadi pengganti orang tua ketika di sekolah, guru yang tidak pernah kehabisan cara untuk membagi ilmunya. Guru yang mampu membuat siswa yang semula murung, sedih, tidak percaya diri, menjadi ceria dan mampu mencapai keinginannya.

Kini, waktu telah berlalu tanpa terasa. Sudah lebih tiga puluh tahun kujalani menjadi Guru Sekolah Dasar. Tugas guru mengajar di SD apalagi di kelas awal sangatlah berat. Guru harus bisa memberikan pelajaran kepada anak didiknya dari yang awalnya tidak bisa membaca dan menulis sampai anak didiknya bisa membaca dan menulis. Terkadang tidak semua anak didik dapat menerima pelajaran yang diberikan. Kemampuan anak didik juga berbeda-beda. Ada anak didik yang cepat tanggap dan mengerti, ada juga yang lambat. Tugas seorang guru mengajar dan mendidik membutuhkan kesabaran yang tinggi.  

Entahlah. Aku tidak tahu apakah aku sudah menjadi guru yang baik dan sabar seperti Ibu. Walau begitu aku selalu berusaha dan terus berusaha. Semoga yang terpateri dalam ingatan siswa-siswiku adalah kenangan yang indah. Seperti kenanganku kepada Ibu.

Sekian dariku. Do’a Ibu sangat kuharapkan.

Salam hormatku untuk Ibu

 

2 komentar:

  1. Terharu ... ingatan masa kecil akan sosok guru yang luar biasa. Begitu mengakar hingga sampai pada masa muridnya menjadi guru juga.

    BalasHapus
  2. Iya Bu. Guru SD memang sering dikenang karena banyak jasanya.

    BalasHapus

YUK BUAT ES KOPYOR ALPUKAT

RAMADHAN, DAY 1 Ramadhan 1444 Hijriyah, bertepatan dengan Kamis, 23 Maret 2023 Masehi. Sering mencoba  untuk  menulis setiap hari seperti ya...